Keceriaan di Pantai ‘KUTA’ Tinggal Kenangan

 
Jika biasanya Pantai Kuala Utara (KUTA) ramai pengunjung saat bulan Ramadhan, maka berbeda dengan tahun ini. Kermaian pantai yang sungguh sangat mengasyikan itu hilang bak ditelan ombak.
 
Seperti tahun-tahun sebelumnya, keceriaan dipantai yeng memliki historis sekaligus symbol pertahanan rakyat kaidipang dimasa penjajah belanda ini seakan sirnah. Hingga sekitar pukul 08.00 Wita, tak satu pun orang mengunjungi kompelks yang biasa disebut tiang bendera itu pada awal Ramadan kemarin.
 
Biasanya, pantai itu riuh dengan galak tawa pengunjung saat bulan suci Ramadhan. Ada anak-anak berlari-lari lepas di seputaran pantai, muda-mudi bersantai pagi, hingga pasangan nostalgia pun ikut memberikan kontribusi keceriaan ditemani angin segar pagi, bersolek gemercik ombak, dan pancaran sinar matahari dari ufuk timur.
 
“Balik saja. Susana pagi di bulan ramdhan ini, tidak seperti dulu lagi,” kata hatam yang masih merupakan warga desa setempat.
 
Bukan saja Hatam yang merasa kehilangan dengan suasana ramai pantai Kuta, beberapa masyarakat yang datang pun mengaku heran dengan situasi yang sudah banyak berubah seiring dengan kemajuan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara itu.
 
Umul Ismiah misalnya. Salah satu anak pemilik pondok kecil tempat berjualan Goroho di dikawasan itu mengaku bingung.
 
“Tidak tahu kenapa sudah sunyi begini. Padahal dulu tidak begini,” kata Umul sambil bergegas masuk untuk menyambung tidur paginya.
 
Kasihan adalah kata yang tepat untukmu pantai ‘KUTA’. Untaian kata tidak dapat mewakili betapa miris tempat ini. Tempat yang sebenarnya menjadi tempat para makhluk ramah yang menyeruak keceriaan, kini seakan sirnah ditelan deburan ombak yang bergulung.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.